Jakarta - Tata cara konten digital dan SMS premium yang mulai dibuka untuk uji publik masih dianggap jauh dari kata memuaskan. Bahkan sampai-sampai, seorang mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyebut aturan ini "memalukan" sekaligus "memilukan".
"Memalukan dan memilukan, RPM Jasa Konten kok ada coret-coretan begini. Mbok ya dibersihkan dulu kalau mau dikonsultasikan ke publik. Konsultasi publik kok seperti becandaan," ketus Heru Sutadi mengomentari Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tersebut, Senin (26/11/2012).
Ternyata, menurut anggota BRTI dua periode itu, bukan kali ini saja Kementerian Kominfo terkesan asal-asalan dalam membuat RPM. "Tata cara 3G pernah dikasih waktu semalam saja, 24 jam. Keamanan sistem informasi isinya seperti proposal. Sekarang di RPM Jasa Konten masa di naskah masih ada coret-coretan. Ini serius apa nggak sih meminta saran publik?" sungut Heru.
Selain mengomentari masalah printilan, pria yang sekarang jadi peneliti di Indonesia ICT Institute ini juga ikut mengomentari isi dari RPM konten yang ia yakini punya potensi besar menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Misalnya soal opt in untuk SMS broadcast. Kemudian soal pengawasan dan pengendalian di bawah BRTI, sementara perizinan di Ditjen PPI. Pasti akan terjadi perdebatan serius soal isi, karena akan bertarung berbagai kepentingan. Yang sudah-sudah, jika izin dikeluarkan Dirjen, seperti ISP, pengawasan dan pengendalian di Ditjen PPI juga, bukan BRTI," paparnya.
RPM ini, menurutnya, juga tidak secara tegas menyebutkan penyelenggara jasa konten sebagai jenis penyediaan jasa baru. "Jika ya sebaiknya dimasukkan dalam revisi KM No.21/2001," tegas Heru.
"Terkait nomor akses disebut nomor telepon pendek atau kode layanan internal, nah nomor-nomor ini yang mana saja, belum terlihat jelas. Misalnya, apakah UMB dimasukkan dan akan pakai berapa digit?
"Kemudian, disebut di tata kelola seperti apa? Dialokasikan atau hanya lapor Dirjen PPI? Kalau dialokasikan, dasarnya apa? FTP belum memuat mengenai hal ini," tandas Heru.
Tata cara konten digital dan SMS premium ini mulai diuji publik sejak Senin 26 November ini hingga 3 Desember mendatang. Selama sepekan, Kementerian Kominfo berharap bisa mendapat masukan, usulan, kritik, perbaikan, penambahan, atau pengurangan pasal dalam RPM ini.
Dalam RPM ini, Kominfo membuat peraturan lebih ketat kepada perusahaan penyedia konten (CP). Pemberian izin dilakukan melalui tahap izin prinsip dan izin penyelenggaraan.
Jika sebelumnya jasa pesan premium diselenggarakan melalui mekanisme berlangganan dan tidak berlangganan, maka dalam RPM ini, penyelenggaraan jasa penyediaan konten dapat dilakukan dengan mekanisme: berlangganan-berbayar, berlangganan-tidak berbayar, tidak berlangganan-berbayar, dan/atau tidak berlangganan-tidak berbayar.
Dalam RPM diatur mengenai perlindungan pengguna terhadap: gangguan privasi, penawaran yang mengganggu, penipuan dan kejahatan melalui jaringan telekomunikasi, dan atau tagihan pemakaian yang tidak wajar (bill-shock).
Yang terpenting, ada ketentuan lengkap dan terperinci mengenai cara berhenti berlangganan konten atau unreg agar hak pengguna benar-benar terlindungi.
0 komentar:
Posting Komentar